Minggu, 01 April 2012

PNG Panggil Dubesnya di Jakarta untuk Konsultasi

Nurul Hidayati - detikNews
Kamis, 12/01/2012 09:10 WIB 
 
Browser anda tidak mendukung iFrame
Port Moresby Rupanya tudingan Wakil PM Belden Namah terhadap Indonesia atas insiden 29 November 2011 masih menjadi masalah di dalam negeri Papua Nugini (PNG). Pemerintah PM Peter O'Neill memanggil pulang Dubesnya di Jakarta untuk konsultasi.

Radio Australia edisi Rabu (11/1/2012) melaporkan, O'Neill memanggil Dubes Peter Ilau sebagai upaya untuk menuntaskan insiden intersepsi 2 pesawat Sukhoi Indonesia pada pesawat yang ditumpangi Belden Namah. Namah menyebut tindakan itu sebagai agresi dan intimidasi.

O'Neill mengatakan, dia memanggil Dubes Peter Ilau untuk berkonsultasi dengan otoritas Indonesia. Pemanggilan ini diputuskan setelah pemerintah melakukan rapat kabinet.

Pekan lalu, Namah mengancam akan mengusir Dubes Indonesia di Port Moresby dan menarik Dubesnya di Jakarta bila Indonesia tidak memberikan penjelasan dalam waktu 48 jam. Kemlu RI telah memberikan penjelasan dan menganggap masalah itu telah selesai. PNG bisa menerima penjelasan Indonesia dan memuji respons yang cepat dari Kemlu.

O'Neill menambahkan, rapat kabinet sepakat PNG tetap memelihara hubungan diplomatik dengan Indonesia. Pemerintahannya berharap menyelesaikan masalah itu sesegera mungkin.

Saat ini PNG mengalami krisis politik. Terjadi dualisme kepemimpinan di bawah PM Peter O'Neill yang didukung parlemen dan PM Sir Michael Somare yang didukung MA. Kekerasan silih berganti terjadi akibat perebutan pengaruh ini.


(nrl/vta)
Baca Juga
http://www.detiknews.com.

Kamis, 26 Januari 2012

OPM Juga Hambat Pembangunan di Paniai

JAYAPURA—Apabila   4  Distrik di wilayah Kabupaten Puncak Jaya tak ada pembangunan  sejak tahun 2004  hingga  2011   lantaran  lokasinya diduga sebagai “Sarang” Organisasi Papua Merdeka  (OPM),  maka hal yang  tak beda  ditemui  di wilayah Kabupaten Paniai.  Pasalnya,    akibat   aktivitas pergerakan OPM  yang dipimpin   John Yogi,   pembangunan jalan  di  tiga  Distrik terhambat . Tiga distrik itu masing masing  Distrik Enarotali, Bibida, dan Pasir Putih.
Demikian disampaikan Anggota Komisi A DPR Papua Ina Kudiai di ruang kerjanya, Kamis (26/1).  Putri asli daerah Paniai ini mengatakan, pihaknya  mendesak  Pemerintah Daerah  Kabupaten Paniai untuk membangun jalan di tiga Distrik tersebut.   
Karena  itu, pihaknya meminta pembangunan jalan tersebut dilakukan setelah disahkannya APBD tahun ini.     
“Anak buah John Yogi sudah tak ada lagi di tiga distrik itu, maka pemerintah bisa membangun jalan untuk aktivitas masyarakat. Apalagi masyarakat sampai saat ini masih kesulitan untuk menyalurkan hasil kebunnya ke  pasar,” jelasnya. Lanjut dia,  masyarakat setempat juga berharap tak ada lagi markas OPM di daerah itu, agar aktivitas masyarakat berjalan dengan normal.
“Tiga distrik itu merupakan penghasil sayur mayur untuk daerah Paniai.  Sehingga pemkab setempat harus perhatikan tiga distrik ini, agar aktivitas kendaraan bisa masuk dan mengangkut sayur didaerah itu,” ujarnya.
Sedangkan,  menurutnya, sebelum ada jalan di tiga distrik itu, masyarakat harus menempuh perjalanan ke Kota Enarotali selama lima jam.
“Jika jalan itu dibangun, masyarakat setempat bisa menuju ke Kota Enarotali sekitar 3 jam  sehingga bisa menghemat waktu,” urainya. (mdc/don/l03)
                                                    http://www.bintangpapua.com

Jumat, 04 November 2011

Dr. John Otto Ondawame kepada Mr. WWW.: Rumus 3-C Perlu bagi Pejuang Papua Merdeka

Suatu waktu saya bercakap dengan Dr. John Ottow Ondawame, waktu itu di tahun 2004, ketika kantor WPROO (West Papuan Peoples' Representative Office) masih sunyi, masih banyak orang Papua tidak tahu atau kalau tahu tidak menganggap penting kehadiran dua tokoh OPM, Mr. Andy Ayamiseba dan Dr. Ondawame. Waktu itu tidak ada orang Papua yang mau berbicara dengan mereka, jangankan mendengarkan apa yang mereka katakan dan perlukan.
Sejak pertemuan itu, sayapun berturut-turut mengikuti jejak langkah kedua politisi yang telah lama bergulat dalam politik Papua Merdeka. Terlepas dari berbagai hal yang melilit di sana, kami temukan kedua orang ini memang memiliki komitmen. Saya sengaja memancing dari sisi cerita biasa, mengulas tentang kepastian nurani saya bahwa Fransalbert Joku dan yang lainnya pasti akan pulang. Waktu itu dokumen rahasia BIN berbasis di Port Moresby telah terbongkar, di mana Fransalbert Joku telah bekerja untuk BIN selama puluhan tahun, jauh sebelum Kongres Rakyat Papua III, 2000. Dokumen itu menunjukkan dengan jelas tugas dan tanggungjawab pace Joku, lengkap dengan laporan-laporan yang ia pernah sampaikan. Di dalamnya terdapat nama kedua tokoh Papua Merdeka ini.
Dengan senyum dan santai saja, Dr. Ondawame menjawab,
"Ade, dalam perjuangan ini ada tiga prinsip utama yang perlu kita pegang, yaitu rumus TIGA -C: Concern, Commitment, dan Consistent.

Apa artinya "Concern"?

"Concern" yang dimaksudkan di sini bukan berarti "aku konsen lho" (di-melayu-kan menjadi  'konsen', seperti yang kita tahu dipakai oleh orang Indonesia yang mencoba-coba berbahasa Inggris). Yang di-melayu-kan ini sebuah kalimat deng an artikata pembodohan atau karena kebodohan. Konsen, atau "concern", artinya "memperdulikan" atau lebih tepat "prihatin". Menaruh rasa prihatin dan perduli.
Masalah penderitaan dan perjuangan rakyat Papua haruslah menjadi sebuah "concern" dari seseorang. Lawan dari "concern" ialah asal-asalan, oleh karena terpaksa, memang dalam keadaan memaksa, karena tidak ada pekerjaan lain, oleh karena disuruh, karena kebetulan. Jadi, tidak didasarkan kepada 'panggilan' tetapi sebab hanya karena ...
Perjuangan untuk sebuah bangsa dan Tanah Air tidak bisa dilakukan dalam rangka mencari muka, dalam rangka mengalahkan sesama, dalam rangka menonjolkan ego. Perbuatan sedemikian hanya menambah-rumit masalah yang ada. Tidak mengurangi untuk menyelesaikan.
Pejuang yang punya "concern", dia akan selalu fokus kepada persoalan yang diketahuinya, dan ia fokus dalam mencari jalan menyelesaikan agar yang memprihatinkan itu menjadi menggembirakan di kemudian hari.
Kepribatinan inilah yang melahirkan "commitment." Tanpa "concern" jarang sekali ada "commitment."

Lalu arti "Commitment"?

Anda berkomitmen berarti Anda mempertaruhkan semuanya dan segalanya. Anda sendiri berkeputusan untuk mengambil amanat penderitaan rakyat dan bangsa Papua ke dalam jalan kehidupan Anda. Tidak perduli dengan apapun yang dapat dilakukan NKRI terhadap Anda. Tidak perduli juga dengan apapun yang dikatakan orang Papua sendiri. Apapun kondisinya di Tanah Air, apapun kondisinya di Indonesia, apapun kondisinya di dunia ini, Anda punya suatu keputusan, suatu kebulatan hati dan tekad, suatu prinsip: "Lahir Sekali, Hidup Sekali, Mati Sekali!" seperti dikisahkan dalam Facebook ini.
Sebuah "concern" mendatangkan "decision", yaitu keputusan. Dan keputusan itu menyangkut apa yang dapat dan hendak Anda lalukan.
Banyak orang Papua memang memiliki "concern" terhadap kondisi tanah, bangsa, suku dan diri mereka sendiri. Mereka tahu bahwa memang kita harus berbuat sesuatu untuk merubah kondisi saat ini. Semua setuju bahwa pendudukan dan penjajahan NKRI ini sangat kejam dan mematikan, baik mematikan secara mental, nalar, pandangan hidup, etnis, ras, agama, suku-bangsa, ... Dari berbagai aspek telah diketahui sangat merugikan selama berada bersama NKRI. Akan tetapi belum tentu semua orang ber'komitmen' untuk mengambil tindakan, atau langkah untuk mengubah kondisi yang memprihatinkan itu.
Dalam Editorial sebelumnya telah disinggung 10 Jenis orang Papua. Dari antara mereka itu, orang Papua yang tidak perjuang karena concern dengan commitment akan Anad kenal dengan mudah saja.
Lalu yang terakhir ialah "Consistent"

Apa artinya "Consistent"?

Consistent memang kata yang banyak dipakai dalam bahasa Melayu, yaitu "tetap teguh", "tidak berubah-ubah", "tidak bergeser".
Pejuang yang "konsisten" biasanya akan kelihatan. Limapuluh Tahun lalu Anda bertemu dia, Sepuluh Tahun lalu, Lima Tahun lalu, Setahun lalu, Sebulan lalu, Seminggu lalu, sejam lalu, ia tetap sama, sama sebagai seorang Papua, sama sebagai seorang pejuang, sama sebagai seorang yang berkomitmen untuk kemerdekaan West Papua berdasarkan "concern" yang sejak lama ia miliki.
Konsisten juga tidak hanya dalam hal pendirian pribadi, tetapi juga dalam hal menganut ideologi politiknya dan dalam hal mengikuti organisasi yang memperjuangkan misi dan visinya.
Bangsa Papua selalu disuguhi dengan isu faksi, pecah-belah, saling mengkleim, saling menyalahkan dan bahkan saling membunuh. Kebiasaan saling kleim terus saja berlanjut. Makanya tidak heran tanah dan bangsa Papua punya banyak sekali Presiden, banyak organisasi, banyak nama negara, banyak Perdana Menteri, banyak Panglima Tertinggi, dan seterusnya dan sebagainya.
Mengapa ini semua terjadi?
Kalau bukan karena orang Papua tidak tahu berjuang secara "consisten", alasan apa lagi?
Mungkin karena kita terbiasa dalam mengarungi sungai dan laut, selama beberapa jam kita biarkan perahu ikut arus, sekali-sekali kita dayung ke arah tujuan kita, sebentar lagi kita lepas mendayung, memberi waktu kepada arus atau ombak untuk mencermati, lalu kita mendayung lagi. Mungkin itu sebabnya orang Papua menjadi mirip dengan bangsa "bunglon," di mana saja dia berada, dia menjadi sama dengan keadaan tempat dia berada.
Kita sudah banyak menyaksikan tanah dan bangsa ini punya nama Negara dan Bendera Negara bermacam-macam. Kita juga disuguhkan dengan berbagai trik dan gelagat saling merebut. Inilah yang disebut penulis Papua sebagai "politik buru-pungut" (hunter-gathering-politics], kita hanya pungut apa yang ada di alam semesta. Kita pungut apa yang disediakan orang barat, yang disediakan NKRI, yang disediakan alam-semesta, yang disediakan malaikat, yang disediakan setan, semuanya kita buru dan pungut.
Semuanya terjadi karena perjuangan ini tidak dijalankan dengan "comitment" yang terfokus dan terkonsentrasi. Orang Papua yang berkonsentrasi dia tahu apa yang dilakukannya, apa yang harus dilakukannya, apa yang telah dilakukan, dan apa yang belum dilakukan, apa yang dapat dilakukan dan apa yang harus dilakukan. Apapun wacana NKRI, apapun ancaman TNI/Polri, apapun dukungan yang diberikan dunia internasional, apapun itu, dia tetap terfokus kepada "bidikannya", karena dia tidak mau tergantu konsentrasinya gara-gara gangguan yang datang dari berbagai pihak  dengan segudang kepentingannya.
***
Para pejuang yang terlibat dalam perjuangan Papua Merdeka tanpa "3-C" ini akan nampak jelas dalam perilakunya, antara lain misalnya:
  • Dengan mudah ia dipengaruhi orang
  • Banyak sekali kegiatan sampigannya, selain kegiatan perjuangan Papua Merdeka;
  • Bahan pembicaraan di mulutnya seperti makan pinang, "ada kapur, ada sirih, ada pinang" dan juga "ada biji pinang, ada kulit pinang". Yang keluar dari mulutnya, karena isi mulutnya bercampuran tadi, warna merah, bukan warna kapur lagi, bukan warna sirih lagi, bukan warna pinang lagi.Demikianlah orang-orang yang berjuang atas nama Papua Merdeka, tetapi sebenarnya mereka melakukan itu hanya karena .... Tidak ada "concern" atas penderitaan, amanat dan kondisi bangsa dan Tanah Papua.
Apakah Anda bagian dari orang Papua, pejuang Papua Merdeka dengan pangkat "III-C" atau "I-C" atau "II-C" atau "O-C"? Kalau Fransalberti Joku yang saya singgung waktu bercakap dengan Dr. Ondawame berpangkat "I-C".
                                 http://www.papuapost.com

Pemimpin Papua Harus Bertobat Total


Cetak E-mail

Pemimpin Papua Harus Bertobat Total

DPRP  Akan  Serahkan Semua Aspirasi  Rakyat Papua kepada Menkopolhukam

Jumat, 04 November 2011 23:22 
Yunus Wonda
Yunus Wonda
JAYAPURA—Semua pemimpin di Papua harus melakukan pertobatan total   mengakui kesalahannya bahwa mereka   ternyata tak mampu membawa perubahan bagi kesejahteraan  rakyat  terutama  di saat saat  dana  Otsus  mengalir  triliunan rupiah setiap tahun ke Papua.          
Demikian disampaikan Wakil Ketua I DPR Papua Yunus Wonda SH usai menerima kunjungan kerja Sesmenkopolhukam  Letjen (Pur) Hotma Panjaitan di Kantor DPR Papua, Kamis (3/11). Dia mengatakan, dana triliunan   yang mengalir  ke Papua tak bisa membuat   rakyat sejahtera. Bahkan dana tersebut  lebih besar daripada jumlah orang Papua asli,   tapi  rakyat Papua masih hidup di bawah garis  kemiskinan. Menurut  politisi Partai Demokrat ini, bila  Gubernur sejak Otsus bergulir  tahun 2001 sampai kini  bila tak terjadi perubahan berarti kesalahan gubernur, DPRP, DPRD, Bupati/Walikota bukan kesalahan rakyat. Padahal  anak anak Papua sendiri yang hari   bertindak sebagai decision maker (pengambil keputusan) baik Gubernur, Bupati/Walikota, Pimpinan DPR Papua, Pimpinan  DPRD Kabupaten/Kota dan lain lain. Tapi  ironisnya  hingga  saat  ini  tak terjadi perubahan sedikitpun bagi kesejahteraan rakyat Papua.
“Kita  semua anak anak Papua  yang hari  ini pegang  keputusan ada di kita. Kita  yang gagal bukan pemerintah pusat, padahal kewenangan sudah ada kita yang  tak berpihak kepada rakyat,” katanya.
“Bila  semua orang bilang tanah ini tanah yang diberkati, tanah perjanjian. Itu sudah terjadi dan sekarang kita semua dan  pemimpin harus bertobat untuk membenahi tanah ini supaya rakyat  keluar dari kemiskinan,” tukasnya, saraya menambahkan, bila semua pemimpin Papua tak mengakui kesalahannya, maka ia sebagai salah seorang pimpinan DPR Papua ia mengakui  kesalahannya tak mampu membuat perubahan dalam masyarakat.”  
Ditanya  dana triliunan rupiah dikemanakan,  lanjut dia, dana triliuan rupiah  lari kemana mesti  ada pengakuan dari semua pemimpin Papua yang ada mulai dari Provinsi sampai Kabupaten/Kota,” tukasnya. 
“Kita harus mengakui kita semua sudah salah. Kalau semua masih menganggap benar dan tak mengakui kesalahannya, maka rakyat  negeri ini akan lebih menderita lagi. 
Sementara itu,  dia juga mengatakan pihaknya akan  menyerahkan aspirasi  rakyat Papua kepada Menkopolhukam  termasuk aspirasi  dari Solidaritas Kemanusiaan Rakyat Bangsa Papua Barat (SKRBPB) ketika menggelar aksi unjukrasa di Gedung  DPR Papua pada Selasa (1/11) yang  menuntut agar saksi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) segera menindaklanjuti jatuhnya korban beberapa warga sipil  pasca Kongres Rakyat Papua  (KRP) III di Abepura, Jayapura, 19 Oktober silam.
Sebelumnya, kata dia, pihaknya juga telah menyerahkan aspirasi rakyat Papua kepada   Sesmenkopolhukam  Letjen (Pur) Hotma Panjaitan ketika melakukan  kunjungan kerja di Kantor DPR Papua, Jayapura, Jumat (3/11) termasuk Walaupun demikian,  pihaknya  akan menyerahkan aspirasi rakyat Papua  secara resmi kepada  pihak Menkopolhukam.
“Kami melihat  perlu dilakukan komunikasi  konstruktif  yang  harus dibangun antara pemerintah provinsi  dan pemerintah pusat. Tanpa ini masalah Papua tetap akan mengapung,” jelasnya. (mdc/don/l03)      http://www.bintangpapuacom

           

Banyak Orang Indonesia Mendukung Papua Merdeka, Tetapi Ada 10 Alasan Orang Papua Sendiri Tidak Jelas dalam Sikapnya

Banyak Orang Indonesia Mendukung Papua Merdeka, Tetapi Ada 10 Alasan Orang Papua Sendiri Tidak Jelas dalam Sikapnya

- Sebuah Catatan Editorial PMNews Melihat Fakta Lapangan Kampanye Papua Merdeka
Hari ini sekali lagi Dr. George Junus Aditjondro menyampaikan dukungan terbuka, tertulis maupun lisan, "Dukungannya terhadap perjuangan Papua Merdeka". Tulisan bukunya berjudul "West Papua: Persoalan Internasional".
Berikut catatan dari Editorial PMNews tentang 10 Jenis Orang Papua yang menentukan dan menghambat perjuangan Papua Merdeka.
Aditjondro katakan,
"Hanya referendum yang dapat menentukan apakah orang Papua masih ingin menjadi bagian dari Indonesia atau tidak," ujar George saat peluncuran buku diskusi dalam peluncuran buku berjudul "West Papua: Persoalan Internasional", di Kontras, Jakarta, Kamis (3/11/2011).
Dukungan ini bukan baru dari seorang Aditjondro, dan bukan hanya untuk West Papua, tetapi merupakan dukungannya yang konsisten terhadap penderitaan umat manusia dan bangsa-bangsa terjajah di muka Bumi. Dukungannya terhadap bangsa rumpun Melanesia lain di Timor Leste telah berhasil, dan kini tanpa lelahnya Aditjondor terus memberikan dukungan-dukungan kepada bangsa-bangsa terjajah, demikian kata
Kalau kita saksikan di lapangan ada saja ketidakberdayaan dan ketidakpercayaan, malahan penolakan orang Papua sendiri terhadap aspirasi manusia, hewan, tumbuhan dan semua makhluk Bumi Cenderawasih untuk melepaskan diri dari kekangan penjajah NKRI. Ada beberapa jenis orang Papua, yang perlu kita cermati untuk membantu kita menyikapi dukungan-dukungan yang datang dari suku-bangsa lain di Indonesia.

1. Orang Papua tidak percaya diri,

entah karena dia tidak berdaya secara fisik, mental maupun logikanya. Orang yang tidak percaya diri ini disebut Dr. Benny Giay sebagai, "Bangsa yang memenuhi syarat untuk dijajah." Dari berbagai bangsa di dunia ini, golongan bangsa yang memenuhi syarat untuk dijajah ini jumlahnya sangat sendiri. Orang Papua yang tidak percaya diri perlu bertobat karena perjuangan ini bukan menyangkut kebencian atas dasar ras, agama, asal-usul atau pandangan politik, tetapi ini perjuangan demi harkat, martabat dan hargadiri serta demi kebenaran mutlak, sesuai prinsip moral, hukum dan demokrasi.

2. Orang Papua malas tahu,

terutama karena dia sendiri punya banyak masalah secara pribadi ataupun kelompoknya sudah ada dalam masalah-masalah keluarga, marga, suku, partai politik, pemilukada, hutang-puiutang, kawin-cerai, perselingkungan, kebiasaan mabuk, narkoba, terkena HIV/AIDS.
Ada juga orang Papua yang malas tahu karena dia bukan manusia berprinsip, tetapi ialah oportunis. Jadi dia tidak mau berterus-terang kepada dirinya dan kepada bangsanya tentang penderitaannya dan bagaimana menyelesaikannya. Ia lebih condong "cari kesempatan dalam kesempitan".
Orang-orang ini disebut "orang cari makan" saja, mereka sebenarnya tidak terlalu pusing dengan NKRI atau Papua Merdeka, yang penting buat mereka ialah apa yang mereka bisa dapat dari kedua-duanya atau dari salah-satunya. Yang dipikirkannya ialah "perut" dan "aku"nya, bukan kita dan sekaliannya.
Orang jenis ini sebenarnya tidak dibutuhkan; malahan merugikan bagi pro NKRI maupun kontra NKRI. Tetapi terlanjur mereka sudah ada di dalam NKRI, mungkin mereka ada di dalam birokrasi NKRI, jadi mereka bermain di dalam NKRI, walaupun NKRI juga tahu mereka tidak berguna, tetapi mereka dijaga saja dalam rangka kleim bahwa ada orang Papua mendukung NKRI.

3. Orang Papua cemas tetapi ragu

Mereka memang cemas, dan selalu bertanya, "Kapan kita merdeka?"
Keraguan terutama muncul karena dia sendiri tidak punya pendirian, percaya diri sendiri.
Apalagi disodorkan dengan iklan-iklan kekuatan NKRI dari sisi jumlah, ditambah dengan iklan dengan kekuatan militer dan kepolisian dilengkapi dengan alat-alat militer yang serba-lengkap membuat orang Paupa yang cemas-cemas kapan kita merdeka, tetapi mereka semakin merasa ragu setelah melihat jumlah orang Indonesia begitu banyak dan kekuatan militernya begitu ganas dan mematikan.
Orang Papua yang ragu bahwa West Papua akan atau pasti merdeka ialah mereka yang sudah selasai dari perguruan tinggi, yang gelarnya Sarjana Muda atau Sarjana. Pengetahuan mereka tidak seluas Indonesia, apalagi seluas ASEAN atau Oceania, mereka hanya memahami Papua dan kampung halaman mereka dan kantor di mana mereka bekerja. Mereka ini para raja di kolam kecil, tetapi mereka merasa diri sebaga raja sejagat. Mereka sudah punya pekerjaan, sudah punya gaji. Mereka ikuti geerak-langkah para pejuang Papua Merdeka, mereka juga berada di dalam garis komando NKRI. Mereka mampu membandingkan kekuatan kedua belah pihak. Makanya mereka tahu Papua harus merdeka, tetapi mereka meragukan impian itu akan terwujud. Mereka berhitung satu tambah satu samadengan dua, bukan satu atau tiga.

4. Orang Papua percaya tetapi tidak sepenuhnya yakin

Orang Papua ini satu kelas dengan "Orang Papua cemas tetapi ragu" tetapi ditambah lagi dengan "tidak yakin", bukannya ragu.
Dia percaya Papua itu pasti merdeka, cuma dia tidak yakin bagaimana nanti kemerdekaan itu terwujud, di samping kekuatan dan jumlah orang Indonesia yang melampaui kemampuan orang Papua dan perlengkapan untuk perlawanan yang tersedia. Ia percaya, tetapi tidak sepenuhnya yakin karena dia sendiri memikirkan perjuangan ini bagaikan sebuah Tim Sepakbola, seperti misalnya antara Persipura dengan 1000 pemain melawan Persidafon dengan 10 pemain. Padahal sebuah pertandingan sepak bola tidaklah begitu. Ada ketentuan, setiap klub harus menurunkan berapa orang dan berapa pemain yang bisa diganti, dan peraturan lainnya. Ia menjadi tidak yakin karena ia tidak tahu.
Orang-orang ini juga hidup dalam dua prinsip, mendoakan pemerintah NKRI, sekaligus mendoakan Papua Merdeka, karena orang-orangnya ada di dalam pemerintah NKRI sebagai Camat, Bupati, dsb, dan juga orang-orangnya yang lain ada berjuang untuk Papua Merdeka. Motto mereka ialah, "Serahkan semuanya kepada Tuhan! Tuhan akan berkarya!"
Mereka bisa disebut kaum oportunis, tetapi tidak sepenuhnya oportunis. Mereka juga tidak ragu, tetapi mereka sebenarnya tidak sepenuhnya percaya.

5. Orang Papua yakin dan percaya tetapi tidak berani

Di atas yang cemas tapi ragu dan percaya tetapi tidak yakin, ada orang Papua yang punya phobia, yaitu 'takut mati'. Orang-orang Papua ini kebanyakan dibayangi oleh "trauma masa lalu", "memoria passionis" yang kejam dan mengerikan di tangan NKRI.
Mereka sebenarnya mendukung Papua Merdeka tetapi mereka sendiri tidak berani mengambil langkah atau mereka tidak mau terlibat dalam perjuangan ini. Ada juga karena memiliki "phobia" tertentu yang didasarkan kepada pengalaman sebelumnya atau cerita yang didengarnya dikaitkan dengan bayangan-bayanngan yang akan muncul ketika Papua Merdeka.
Mereka inilah yang biasanya katakan, "Iyo, yang lain berjuang dengan senjata, kita berjuang di dalam hati." Tetapi mereka juga tidak berdoa sebenarnya. Yang mereka katakan ialah "Saya takut kepada NKRI! Nanti mereka tumpas kami habis kalau kita melawan mereka!"

6. Orang Papua yakin dan percaya dan berani tetapi tidak tahu bagaimana melangkah

Ini golongan orang Papua terbanyak. Dan dari yang terbanyak itu, hampir semua pejuang Papua Merdeka masuk ke dalam kategori ini.
Mereka yakin dan percaya bahwa Papua akan dan harus merdeka. Mereka rela berkorban. Mereka berani bertindak. Mereka mau mati saat ini juga. TETAPI, mereka sebenarnya "TIDAK TAHU BAGAIMANA MELANGKAH".
Karena tidak tahu bagaimana melangkah, maka mereka menjadikan isu Papua Merdeka untuk kegiatan dan tujuan lain yang menurut mereka ialah demi Papua Merdeka. Tetapi apa dampaknya? Dampaknya justru mencelakakan dan menghalangi perjuangan Papua Merdeka. Akibatnya justru menciptakan faksi-faksi di dalam perjuangan Papua Merdeka. Akibatnya malahan menimbulkan kekacauan dalam mengarahkan perjuangan ini.
Banyak tokoh yang muncul, banyak organisasi dibentuk, banyak Panglima diangkat, banyak kongres dilakukan, banyak pemerintah (presiden dan perdana menteri) diumumkan, banyak menteri, berhamburan kiri-kanan. Mereka melakukan semua ini dengan militansi yang tinggi, dengan hitung-hitungan nyawa sendiri, dengan resiko yang mereka tahu karena mereka berhadapan dengan NKRI dan militernya. Tetapi semua yang dilakukan yang dianggap sebagai langkah-langkah untuk Papua Merdeka itu justru merugikan perjuangan itu sendiri.
***
Orang Papua jenis ini juga sering berganti baju. Misalnya hari ini dia pergi hadir di KRP III, 2011, besoknya dia hadir dalam bedah buku tentang West Papua di Jakarta, lusanya dia hadir dalam Kongres TPN/OPM III di Vanimo, PNG, berikutnya dia hadir lagi dalam Peresmian Bupati Lanji Jaya. Jadi mereka hadir di semua tempat, mencari tahu di mana sebenarnya yang benar. Orang-orang ini membuat banyak sekali bekas kakinya, sehingga mereka bisa disebut kelompok Bintang-14, kelompok WPNA, kelompok TPN/OPM, kelompok TPN.PB, kelompok PDP/DAP, kelompok Pegunungan Tengah, Kelompok Mamta, kelompok Merah-Putih, kelompok Biru-Putih, dan lainnya.
***
Orang Papua yang tidak tahu melangkah ini kebanyakan bersandar kepada dua hal utama:
Pertama mereka bersandar kepada senjata. Mereka selalu mencari senjata, berbicara tentang senjata, bergerak cepat kalau ada yang jual senjata. Mereka mengira bahwa dengan senjata yang mereka beli itu mereka bisa pakai untuk basmikan orang Indonesia, TNI dan polri dari Bumi Cenderawasih.
Yang kedua, mereka bersandar kepada Tuhan. Mereka menekankan pertobatan total, penyembahan total kepada Tuhan, dengan meninggalkan semua perang-perang, tindak kekerasan, pembunuhan. Mereka bilang, "Bunuh satu orang Indonesia berarti kemerdekaan Papua tertunda 10 tahun, jadi jangan kita main bunuh".
Banyak dana dihabiskan, banyak nyawa melayang, banyak waktu dan tenaga dihamburkan karena orang-orang Papua jenis ini selalu saja mencari jalan, masih berputar-putar mencari jalan, untuk mewujudkan cita-cita Papua Merdeka.

7. Orang Papua Papindo

Entah karena tidak percaya diri, cemas tapi ragu, yakin dan percaya tetapi tidak tahu jalan, apa apa, jenis orang Papindo dilatarbelakangi oleh sejumlah faktor, seperti disebutkan sebelumnya, tetapi pada pokohnya mereka ini mengelompokkan dirinya ke dalam kaum Papindo dengan alasan berikut:
7.1 Hanya karena dia perlu jabatan, nama besar, bukan nama besar di dalam NKRI, tetapi nama besar di daerahnya, jadi kalau Papua Merdeka tidak memberikan, maka dia merasa jalan terbaik saat ini buat dia ialah membela NKRI
7.2 Karena sebagian darah mereka berasal dari non-Papua, maka kalau Papua Merdeka justru dia dirugikan, maka dia membela NKRI, walaupun pada saat yang sama dia memaki-maki NKRI karena banyak hak asasi orang Papua dilanggar, yaitu termasuk hak asasinya sendiri. Dia terbelah dua dalam pikiran dan perasaannya, maka pantas dia bernama Papindo.
7.3 Karena beristerikan atau bersuamikan orang non-Papua maka mereka merasa bahwa kalau Papua Merdeka nantinya bini/ lakinya terpisah dari dirinya, maka lebih baik mendukung NKRI, walaupun pada waktu-waktu tertentu dia memarahi pasangan hidupnya bahwa negara/ bangsanya melanggar HAM suku-bangsanya di Tanah Papua.
7.4 Karena mereka merasa kalau Papua Merdeka nanti mereka sendiri akan dihabisi (ini terutama para keturunan pejuang Pepera dan pejuang Merah-Putih).
Aliran perjuangan Papua Tanah Damai dan aliran orang Papindo terutama muncul karena ada rasa takut yang besar terhadap orang Papua dari Pegunungan Tengah. Ada yang bilang, "Aduh, jangan kasih senjata kepada teman-teman dari gunung sudah, nanti mereka pakai bunuh dong pu orang sendiri." Ada juga yang bilang, "Kalau nanti merdeka, jangan orang-orang gunung pegang senjata boleh!" Makanya muncul ide-ide Papua Tanah Damai supaya kemerdekaan itu turun dari langit tanpa pertumpahan darah.
7.5 Ada kaum Papindo yang hanya sebatas Oportunis. Mereka hanya dalam rangka cari makan, tidak ada kepentingan menentang atau mendukung pihak manapun. Sepanjang mereka bisa dapat makan dan menjadi kaya dari posisi itu, mereka optimalkan dan mereka garap itu sampai habis-habisan, sampai menjadi kaya tanggung, menjadi mewah tanggung. NKRI tahu tetapi NKRI juga perlu orang tanggung seperti ini. Pejuang Papua Merdeka sama sekali bukan konsumen sampah seperti ini sehingga sering menentang kaum Papindo, bukan karena mereka membenci orangnya tetapi karena menolak kelakuan bunglon seperti itu.
7.6 Orang pensiunan, sekedar mencari makan sebelum ke liang kubur. Jadi, ada orang Papua yang waktu mudanya menjadi pejuang Papua Merdeka, tetapi karena dia harus mengakhiri hidupnya ke alam baka, maka dia merasa bukan waktunya buat dia untuk berteriak Papua Merdeka lagi. Jalan satu-satunya agar dia kembali ke kampung halamannya dan dikuburkan di tanah leluhurnya ialah menyatakan mendukung NKRI.
***
Selain tujuh jenis di atas, berikut dua jenis orang Papua yang disebabkan terutama oleh indoktrinasi pihak-pihak asing yang menikmati hasilbumi Papua selama Papua berada di dalam NKRI, yang merupakan pembelokan arti dan makna Kitab Sucidan doktrin sebenarnya dari agama modern yang ada di Tanah Papua.
Sebenarnya ada sejumlah alasan mengapa mereka mengatakan perjuangan Papua Merdeka itu tidak sesuai dengan ajaran doktrin agama mereka. Pertama dan terutama, menurut pengetahuan real, para tokoh agama itu punya sentimen pribadi terhadap para tokoh perjuangan Papua Merdeka. Sentimen pribadi itu dialaskan dengan ajaran agamanya, pada saat yang sama dia sebagai tokoh agama, maka pendapat sentimentil yang tidak ada hubungannya dengan agama itu menjadi ajaran agama.
Kedua karena kebanyakan pejuang Papua Merdeka dianggap terlibat dalam berbagai jenis dan tingkatan kasus asusila dan tidak sepenuhnya menjalankan dogma agama yang dianut di kampung-halamannya. Misalnya dia tidak pernah beribadah di gereja atau ibadah keluarga. Para aktivis Papua Merdeka juga dianggap sebagai pembangkang dan penentang tatanan mapan yang sudah ada. Dalam jiwa para pejuang ada "jiwa pembereontakan", yaitu pemberontakan terhadap yang telah ada selama ini. Sehingga mereka menganggap isu yang didukung para orang "Kristen" atau "Islam" itu tidak pantas didukung oleh orang Kristen atau orang Islam.

8. Orang Papua merasa perjuangan Papua Merdeka menentang Pemerintah

Ada sejumlah alasan yang sering mereka kemukakan dengan mencap perjuangan Papua Merdeka sebagai tindakan menentang pemerintah.
8.1 Karena pemberontakan terhadap pemerintah NKRI artinya perlawanan terhadap kemapanan; sehingga mereka yang suka atau menikmati kemapanan itu ikut terusik;
8.2 Karena dia sebenarnya tidak paham arti ayat atau pasal Kitab Suci yang mengajarkan tentang ketaatan kepada Pemerintah dimaksud. Bagaimana kalau nantinya West Papua memiliki pemerintah sendiri, apakah mereka akan mengatakan kita harus tunduk kepada pemerintah NKRI dan bukan kepada pemerintah West Papua? Apa yang mereka katakan tentang pemerintah Timor Leste yang jelas-jelas telah menentang pemerintah NKRI dan membentuk pemerintahannya sendiri?

9. Politik "Papua Merdeka" merupakan Wujud Dosa (atau Ikut Papua Merdeka berarti Berdosa)

Banyak penginjil, pemimpin atau pejabat gereja, gembala sidang, khsusunya di Pegunungan Tengah Papua dipecat (disiasat) karena mendukung Papua Merdeka dengan dalil bahwa mereka berpolitik, maka itu dosa. Jadi, siapa saja yang terlibat di dalam perjuangan Papua Merdeka dianggap sebagai tindakan "dosa".
Padahal pada waktu yang sama mereka mendoakan sang Presiden, Gubernur, Bupati, dan Camat. Mereka juga datang ke kantor-kantor pemerintah NKRI membicarakan Pilkada dan Pemilukada. Mereka menerima uang dari pemerintah untuk meloloskan bakal calon tertentu atau memenangkan partai politik NKRI tertentu.
***

10. Orang Papua yang Tahu, Yakin, Percaya, Berani dan Berpendirian Teguh

Orang ini dia
10.1 Yakin dan Percaya Papua pasti dan harus merdeka;
10.2 Berani mengambil langkah dan tindakan yang punya resiko sampai mengancam nyawanya sekalipun.
10.2 Berpegang teguh kepada pendiriannya, tidak mudah dibujuk dengan jabatan, duit, perempuan atau kejayaan apapun selain kemerdekaan bangsa dan tanah airnya. Biarpun nantinya orang Papua menjadi melarat dan menderita setelah Papua Merdeka, bukan itu yang dicarinya. Yang dicarinya bukan kekayaan, bukan kemewahan, bukan kemakmuran, tetapi hanya satu: kemerdekaan, kedaulatan, terlepas dari belenggu penjajahan negara dan bangsa asing.
10. Di atas semuanya, "DIA TAHU"
  • Dia tahu mengapa Papua harus merdeka,
  • dia tahu mengapa Papua pasti merdeka,
dan di atasnya,
  • di tahu bagaimana mencapai kemerdekaan itu.
Oleh karena itu pendiriannya, langkahnya, sikapnya dan perjuangannya tidak tergoyahkan oleh tawaran dialogue, tawaran Otsus, tawaran kedudukan di dalam pemerintahan NKRI, atau apapun. Dia bersiteguh, "Papua Merdeka Harga Mati!"
  • Siapakah Anda?
  • Mengapa Anda menjadi seperti siapa Anda sekarang?
  • Adakah peluang untuk Anda berubah Mendukung Papua Merdeka seperti George Junus Aditjondro?
Kalau George Junus Aditjondro jelas-jelas merupakan orang jenis ke-10 tadi. Dia tahu mengapa Papua harus dan pasti merdeka, dan dia tahu bagaimana mencapai kemerdekaan itu. Dia tidak ada di ruang mencari-cari, mengira-ngira, mencoba-coba, meraba-raba. Dia ada di barisan kepastian. Kepastian itu bahwa Papua Pasti Merdeka, karena Papua Harus Merdeka.

http://www.papuapost.com


Senin, 24 Oktober 2011

Senjatanya Dirampas, Kapolsek Mulia Ditembak Mati



E-mail

Senjatanya Dirampas, Kapolsek Mulia Ditembak Mati

 Selasa, 25 Oktober 2011 01:53

Kapolres: Proyektil   Masih Bersarang di Kepala Korban


Korban penyerangan dan penembakan di Bandara Mulia, Senin (24/10) kemarin. Inzet : Foto almarhum yang sedang dipegang salah satu keluarga.
Korban penyerangan dan penembakan di Bandara Mulia, Senin (24/10) kemarin. Inzet : Foto almarhum yang sedang dipegang salah satu keluarga.
JAYAPURA-  Kabupaten Puncak Jaya, Papua  sepertinya tidak pernah sepi dari aksi -aksi penembakan. Entah sudah berapa  korban jiwa yang jatuh, baik di pihak aparat maupun di pihak kelompok OPM akibat aksi penembakan.   Kabar terbaru Senin (24/10) kemarin,  Kapolsek Mulia Kabupaten Puncak Jaya Papua, AKP Dominggus Otto Awes NRP 65100665 dilaporkan, ditembak kelompok separatis OPM,  tepat di depan pesawat milik MAF (Mission Aviation Followship), yang saat itu sedang mendarat di Bandara Mulia. “Ia ditembak saat berdiri di depan pesawat MAF yang sedang parkir di apron Bandara Mulia. Kapolsek berada disana, untuk memonitor langsung kegiatan bandara,,” ujar Kombes wachyono Juru Bicara Polda Papua.
Saat sibuk memantau kegiatan bandara, tiba-tiba dua pelaku yang diduga anggota kelompok separatis OPM mengeroyok korban hingga jatuh terlentang. “Ketika korban terjatuh, salah seorang pelaku kemudian menindih dan seorang lagi merampas senjata revolver jenis Taurus dengan nomor seri XK 25609. Kemudian pelaku menembak korban sebanyak dua kali di hidung sebelah kiri dan leher kiri, yang mengakibatkan korban tewas ditempat,” jelasnya.
Pada saat penembakan terjadi, yang terlihat jumlah pelaku hanya dua orang.  “Sesuai keterangan sejumlah saksi, pelaku hanya dua orang dengan ciri-ciri   1 orang menggunakan pakaian warna merah, tinggi badansekitar 150 cmQþkurusQþ tidak menggunakan sepatu.  1 orang lagi menggunakan pakaian warna hitam, tinggi badan sekitar 160 cmQþ kurus, tidak menggunakan sepatu,” terangnya.
Setelah melihat korban terkapar dan berhasil merampas senjatanya, para pelaku langsung melarikan diri ke arah Gunung Nenas di sekitar bandara. “Mereka kabur dan menghilang di balik Gunung Nenas,” jelasnya.
Sementara korban, saat itu juga di evakuasi ke RS Mulia. Dan hingga kini akibat cuaca yang tidak bersahabat, belum bisa diterbangkan ke Sentani Jayapura.
Kata Wachyono, pihaknya sudah melakukan olah TKP dan sempat menuntup penerbangan dari dan ke Mulia. Namun, saat ini aktivitas kembali berjalan normal.
Menurut Wachyono, pelaku adalah kelompok separatis OPM yang selama ini kerap melakukan aksi penembakan. “Mereka ini separatis OPM yang selalu mengacau keadaan di Puncak Jaya,”tukasnya.
Semebtara itu, Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Puncak Jaya, AKBP Alex Korwa dalam laporannya kepada pihak Kepolisian Daerah Papua menuturkan, peluru tersebut belum berhasil dikeluarkan dari kepala korban, dan diharapkan bisa dikeluarkan oleh tim medis RS Bhayangkara, Jayapura, saat jenazah dievakuasi kesana, Selasa (25/10)  hari ini.
“Proyektil peluru masih ada dalam kepala almarhum. Belum berhasil dikeluarkan,” kata Kapolres dalam percakapan telepon genggamnya.
Dia juga mengatakan, evakuasi baru bisa dilakukan esok hari karena terkendala cuaca yang tidak bersahabat.
Berdasarkan pantauan koresponden ANTARA Jayapura, di Mulia, Senin sore, jenazah AKP Dominggus Awes saat ini sedang disemayamkan di aula kantor Polres Puncak Jaya, setelah dimandikan di Rumah Sakit Mulia.
Tampak Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya beserta pihak keluarga korban dan masyarakat umum berada di dekat jasad AKP Dominggus Awes.
Sementara itu, Polres Puncak Jaya menaikkan bendera setengah tiang di halaman kantornya.
Kapolsek Mulia AKP Dominggus Awes tewas ditembak di bagian hidung (kepala) oleh kelompok separatis bersenjata di Bandara Mulia pada Senin pagi.
Aparat keamanan masih terus melakukan pengamanan di lokasi penembakan dan melakukan pengejaran di kawasan pegunungan.
Kabupaten Puncak Jaya adalah salah satu daerah yang terletak di Pegunungan Papua, yang baru genap berusia 15 tahun pada tanggal 8 Oktober 2011 lalu.
Topografinya yang sulit serta cuaca relatif ekstrim seperti daerah di Pegunungan Papua lainnya, membuat daerah ini hanya bisa dijangkau dengan penerbangan perintis pesawat berbadan kecil.(jir/ant/don/l03)
http://www.bintangpapua.com 

         

Kamis, 20 Oktober 2011

KRP III, 2011 Dibubarkan Aparat Neo-Kolonial Indonesia

KRP III, 2011 Dibubarkan Aparat Neo-Kolonial Indonesia

- Leut Gen. A. Tabi: Presiden dan PM Versi WPNA (Kelompok Bintang-14) Tidak Bertanggungjawab atas Tindakannya
Menanggapi peristiwa penembakan, pengejaran dan penangkapan yang terjadi seusai Penyelenggaraan apa yang kong-kalingkong DAP-WPNA sebut "Kongres Rakyat Papua III, 2011, maka Leut. Gen. A. Tabi, Sec-Gen. Tentara Revolusi West Papua, sayap militer dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) menyatakan " Presiden dan PM Versi WPNA (Kelompok Bintang-14) Tidak Bertanggungjawab atas Tindakannya." Katanya lagi, "Kenapa setelah mereka diangkat langsung berakibat pengorbanan sebagai lanjutan pengorbanan sebelumnya. Kita mau hentikan korban berjatuhan lebih jauh, bukan menambahkan. Karena itu setiap tindakan mereka yang menyebut dirinya pemimpin harus diukur, diantisipasi dan dipersiapkan. Memang semua perjuangan dalam hidup manusia harus ada pengorbanan, termasuk korban nyawa, tetapi jangan kita ditembak di rumput-rumput dan di hutan rimba dan dibiarkan seperti bukan manusia yang tidak punya martabat seperti itu. Kalau bertanggungjawab dan siap mati, ya melarikan diri, jangan biarkan rakyat lari kocar-kacir, jangan bubar tanpa hormat, jangan begitu mudahnya dicerai-beraikan begitu hanya dengan tembakan peringatan. Pemimpin harus mampu melindungi mereka, dan menyatakan diri bertanggungjaweb dihadapan hukum penjajah, bukan ditangkap dan ditahan tetapi menyerahkan diri. Itu yang harus dilakukan penyelenggara kegiatan-kegiatan Papua Merdeka di dalam negeri selanjutnya.."
Berikut petikan wawancara dengan PMNews:
Papua Merdeka News (PMNews): Selamat pagi. KRP III, 2011 dibubarkan paksa oleh aparat neo-kolonial Indonesia. Presiden yang diangkat KRP dimaksud Forkorus Yaboisembut dan Perdana Menterinya Edison Waromi ditangkap bersama 300 orang lainnya. Sementara itu Lambert Pekikir dari salah seorang pemimpin gerilyawan di Perbatasan West Papua - PNG menuntut keduanya bertanggungjawab dan menolak hasil KRP III, 2011. Apa tanggapan TRWP?
A. Tabi (TRWP): Selamat pagi. Sabar dulu, ini ada beberapa hal yang ditanyakan, jadi saya jawab satu-per-satu, supaya saya tidak salah paham maksud pertanyaannya.
Pertama, mengenai pembubaran Kongres. Itu hal yang wajar, karena tanah air kita sedang diduduki oleh kekuasaan asing, yaitu neokolonial Indonesia sehingga memang mereka punya tugas mengamankan daerah jajahan mereka. Itu bukan hanya terjadi di tanah air kita. Lihat saja di Pulau Jawa juga banyak gerakan yang dianggap bertujuan atau mengarah kepada pemisahan diri dari NKRI, maka pasti mereka ditangani, dan kalau ada rapat atau kongres, pasti mereka dibubarkan. Itu konsekuensi logis, jadi kita tidak perlu merasa heran atau memarahi aparat NKRI. Memang itu tugas mereka. Memang untuk itulah mereka mulanya datang ke tanah air.
Kedua, mengenai apa yang KRP III sebut Presiden dan Perdana Menteri, yaitu satunya Ketua Dewan Adat Papua dan lainnya Ketua atau mereka sebut Presiden West Papua National Authority. Kedua lembaga ini sendiri punya cerita masing-masing. Seperti dinyatakan Panglima saya sebelumnya DAP semestinya mengurus adat. Artinya DAP harus paham "Apa artinya hak-hak dasar?"
Hak-hak dasar itu pertama dan terutama ialah hak untuk hidup. Disusul hak untuk hidup bebas (free from...), artinya bebas dari penindasan, bebas dari pengekangan, bebas dari intimidasi dan teror, bebas dari penyiksanaan, dan bebas dari penjajahan. Kebebasan ini juga dimaknai sebagai "free to..." artinya bebas untuk, jadi bebas untuk berkumpul, bebas untuk berpendapat, bebas untuk menyampaikan pendapat dan sebagainya, tetapi pada saat kebebasan ini bertabrakan dengan "hukum NKRI", maka ada pemaksaan untuk membatasi kebebasan itu.
Anda perlu perhatikan, yang menjadi masalah di sini "hukum" yang mengatur: yaitu memajukan kebebasan, yang melindungi dan yang membatasi kebebasan itu. Memang siapa saja berhak untuk menyatakan diri sebagai presiden dan perdana menteri apa saja, tetapi saat ia bertabrakan dengan presiden dan perdana menteri lain yang sudah ada, maka jelas ada tindakan yang diambil oleh mereka yang sudah menjadi presiden dan perdana menteri di situ mendahului mereka.
Hukum-hukum itu tidak pernah diatur oleh Dewan Adat Papua. Bagaimana mungkin DAP berpatokan kepada UU Otsus No. 21/2001 yang adalah produk hukum penjajah? Bagaimana mungkin hukum penjajah dijadikan dasar untuk membentuk negara baru? DAP sebagai Dewan dari Adat Papua seharusnya menghasilkan produk-produk HUKUM ADAT PAPUA, yang kemudian dapat dijaikan sebagai patokan bagi berbagai pihak dan komponen bangsa Papua sebagai dasar dan pijakan dari berbagai kegiatan yang dilakukan, termasuk sebagai dasar penyelenggaraan KRP III ini.
Dewan Adat Papua bertugas mengawasi pelaksanaan dari Hukum Adat Papua yang dihasilkannya dan seterusnya. Yang terjadi sekarang justru Dewan Adat Papua itu berubah sekejap menjadi Dewan Eksekutiv bangsa Papua, yaitu Presiden. Apakah ini sebuah kepandaian dan kelihaian orang Papua atau sebalinya?
Sampai di sini sudah jelas?
PMNews: Kami sedang ikuti dan paham.
TRWP: OK, saya lanjutkan.
Terkait dengan hukum, perlu dicermati bahwa kalau benar ini KRP III, maka KRP I, 1961 dan KRP II, 2000 haruslah menjadi pijakan agar sejarahnya berlanjut. Jangan kita memotong-motong sejarah perjuangan sebuah bangsa menjadi sesuatu yang sulit dipahami alur ceritanya karena ia terpotong-potong, dengan tema cerita yang beraneka ragam, dengan pemain yang bergonta-ganti, dengan nama yang berlainan pula. Bangsa ini sedang memainkan drama yang sangat kacau dan tidak sesuai aturan main. Sebuah drama yang tidak pantas ditonton.
Yang terjadi hari ini justru merupakan kelanjutan dari sejarah Bintang-14, yaitu tiba-tiba tokoh Papua Dr. Thom W. Wainggai tiba_tiba saja muncul dalam pentas politik Tanah Papua dan tiba-tiba saja memproklamirkan Melanesia Raya Merdeka tanggal 14 Desember 1988, waktu itu saya sendiri masih di bangku sekolah. Saya juga pernah dipanggil ke salah satu gereja dekat Kampus Uncen Abepura dan kami berdoa semalam-suntuk untuk peristiwa dimaksud. Kami yang lain pulang karena gagasan-gagasan yang dikeluarkan waktu itu kebanyakan masih di alam mimpi, dan juga karena sejarahnya tidak bersambung dengan sejarah bangsa dan Tanah Papua yang sudah lama kami tahu sampai saat ini. Kami lihat dengan jelas apa yang terjadi waktu itu sangat mendadak, tidak berdasar, tidak berakar, tidak terencana baik, orang-orangnya tidak dipasang dan diatur dengan baik, dan akhirnya hanya merupakan sebuah impian yang muluk-muluk dan mencelakakan. Kelihatannya cerita yang berulang saat ini, walaupun orangnya berbeda, dengan menggunakan nama organisasi yang berbeda, dengan mengibarkan bendera yang berbeda, dari perilaku dan mimpi-mimpinya nampak jelas, ini sebuah kelanjutan cerita tahun 1988.
Cermati saja, yang menyelenggarakan KRP I dan II itu berbendera bintang Berapa? Hubungkan saja dengan KRP III mengibarkan Bendera apa? Ya benar bendera yang sama, tetapi perlu diingat, yang dikibarkan di mata rakyat itu bendera yang dikenal bangsa Papua, yang dikibarkan di Luar Negeri dan di dalam hati itu dengan jumlah bintang yang berbeda sama sekali. Kalau Dr. Thom W. Wainggai sebagai tokoh mereka sudah tahu Bintang Kejora begitu lama, kenapa dia harus bikin bendera baru, beri nama negara baru, mengangkat dirinya sebagai tokoh utama? Bukankah sejarahnya berulang?
PMNews: Permisi, sebelum berlanjut, kami potong di situ dulu supaya jelas.
TRWP: Silahkan
PMNews: Pemimpin gerilyawan di wilayah Perbatasan Lambert Pekikir menolak KRP III ini dengan alasan yang berbeda dari alasan yang Anda sampaikan?
TRWP: Alasannya sama saja, persis sama. Cuma kata-kata yang dipakai dan cara menyampaikannya yang berbeda. Perlu dilihat bahwa beliau seorang gerilyawan tetapi nampak sekali sangat tahu bahasa politik. Memang kebanyakan gerilyawan di Tanah Papua ialah diplomat, mereka tahu berdiplomasi ketika berhadapan dengan pihak luar (entah itu wartawan atau masyarakat umumnya, apalagi dengan aparat NKRI). Kalau tidak begitu, banyak gerilyawan yang ditangkap dan tidak ada  hari ini.
Saya kira ini hal ketiga yang perlu saya sampaikan tadi. Yaitu bahwa Semua gerilyawan di hutan Pulau New Guinea itu semuanya bicara satu hal dan hal yang sama. Dunia luar memang melihat seperti kami terpecah-pecah, tetapi mereka tidak tahu kami terpecah-pecah dalam hal apa, karena apa, dan untuk apa, dan mereka tidak tahu apa manfaat dari padanya. Yang mereka tahu hanya apa kerugian dari perbedaan-perbedaan yang ada. Jadi, prinsipnya General Yogi, Lambert Pekikir, Col. Nggoliar Tabuni, General Titus Murib semuanya mengatakan hal yang sama persis, cuman cara penyampaian dan penggunaan kata-katanya berbeda. Untuk membantu mengkoordinir, sekali lagi mengkoordinir dan mengakomodir bukan untuk mengatur perbedaan itulah maka General TRWP Mathias Wenda sebagai Panglima paling Senior dari sisi usia dan dari sisi pengalaman gerilya saat ini telah membentuk Tentara Revolusi West Papua dengan sistem administrasi dan menejemen yang modern dan profesional.
Semua perubahan ini dilakukan berdasarkan Hukum Revolusi (Undang-Undang Revolusi West Papua) yang telah disusun secara lengkap dan dilakukan dengan Surat-Surat Keputusan yang resmi, tidak seperti generasi pendahulu yang hampir tidak pernah meninggalkan bekas atau catatan yang dapat dijadikan dasar hukum untuk tindak-lanjutnya.
PMNews: Apakah TRWP juga memayungi gerilyawan dari Bintang-14?
TRWP: Tidak! Bintang-14 punya sayap militer bernama TPN PB dengan Ketua Dewan Militer General Jouweni dan Jubir Dewan Militernya Jonah Wenda. TPN PB itu sayap militernya sedangkan sayap politiknya ialah WPNA. Nah kini WPNA dan DAP yang menyelenggarakan Kongres.
PMNews: Kalau begitu, di mana TPN PB dan apa tindakan mereka sebagai tindak-lanjut kegiatan ini?
TRWP: Semua susunan dan tatanan organisasi TPN PB belum jelas, sama tidak jelasnya dengan organisasi politiknya WPNA. Mereka menggunakan nama WPNA tetapi mengibarkan Bintang Kejora. Sama dengan itu TPN PB itu bentukan Bintang-14, tetapi mengkleim dirinya murni TPN. Jadi, semuanya menjadi serba kacau.
PMNews: Kami perlu paham, apa bedanya TPN/OPM dengan TPN PB? dan Apa hubungannya dengan TRWP dan OPM?
TRWP: Kita perlu sosialisasi sejarah perjuangan ini dengan baik. Banyak informasi pernah tersedia di www.westpapua.net tetapi sekarang sudah tidak ada, tidak tahu kenapa. Tapi secara singkat begini:
Perlu diingat makna dan arti dari setiap istilah dan kata-kata yang dipakai dalam memberikan nama-nama kepada setiap organisasi yang mengkelim memperjuangkan hak bangsa Papua. Jangan terfokus kepada isu-isu yang mereka bawa saja. Itu bisa mencelakakan diri sendiri.
1. TPN PB itu bentukan kelompok bintang-14 yang mengkleim dirinya sebagai TPN murni, tetapi dia menambah kata PB, sama dengan nama negara yang mereka umumkan yaitu Republik Demokratik Papua Barat. 2. TPN/OPM itu sebuah nama pemberian NKRI, dengan maksud dan tujuan akhir mematikan perjuangan Papua Merdeka. dengan menjadikan TPN dan OPM menjadi satu, maka lama-kelamaan apa yang dibuat OPM menjadi perbuatan TPN, apa yang dibuat TPN menjadi dosa OPM. Jadi, kita dikacaukan oleh wacana penjajah, seolah-olah dua organisasi induk sayap militer dan sayap politik itu satu dan sama saja. SEBENARNYA BUKAN BEGITU! Keduanya bukan satu dan bukan sama. Keduanya berbeda dan terpisah. Lihat saja catatan sejarah, tidak pernah ada orang Papua muncul pertama kali menggunakan nama TPN/OPM, yang ada OPM dengan TPN bukan TPN dan OPM. Pemberian posisi OPM yang mendahului atau TPN yang mendahului itu saja sudah menentukan pembedaan dan perbedaan arti dan maknanya. Yangterjadi selama ini berakibat pembodohan dalam pendidikan poiltik Papua Merdeka.
PMNews kan sudah lama memuat dua aliran politik bangsa Papua, yaitu politik buru-pungut dan politik tanam-pungut. Keduanya milik bangsa Papua, tetapi keduanya harus dimanfaatkan kapan dan di era mana itu harus diperhatikan. Kedua penganut politik harus belajar satu sama lain.
3. Oleh karena banyak kekacauan dan pembodohan inilah maka Gen Wenda melakukan reorganisasi organisasi perjuangan Papua Merdeka dengan membedah sayap militer dengan tetap mempertahankan dan mempersiapkan OPM sebagai organisasi induk perjuangan Papua Merdeka. Apa yang dipersiapkan dalam OPM? Yang dipersiapkan itu manusianya dan menejemen organisasinya. Supaya OPM menjadi organisasi induk kegiatan politik di dalam dan di luar negeri, bukan PDP, bukan DAP, bukan WPNA, bukan Republik Demokratik West Papua. Itu maksudnya. Jadi, General Wenda ialah Panglima Tertinggi Komando Revolusi, bukan Panglima Tertinggi TPN/OPM. Lihat nama dan kata-kata dalam nama itu, keduanya berbeda. Menurut Wenda, pemimpin OPM sedang dipersiapkan, jadi akan muncul, dan saat itu, bukan pemimpin TPN/OPM lagi, tetapi pemimpin TRWP dan pemimpin OPM. Cuma akan ada variasi dalam organiasi TRWP.
Nah, sekarang mengenai pelaksana dan penanggungjawab Kongres ini. Presiden dan PM Versi WPNA (Kelompok Bintang-14) Tidak Bertanggungjawab atas Tindakannya. Kenapa setelah mereka diangkat langsung berakibat pengorbanan sebagai lanjutan pengorbanan sebelumnya. Kita mau hentikan korban berjatuhan lebih jauh, bukan menambahkan. Karena itu setiap tindakan mereka yang menyebut dirinya pemimpin harus diukur, diantisipasi dan dipersiapkan. Memang semua perjuangan dalam hidup manusia harus ada pengorbanan, termasuk korban nyawa, tetapi jangan kita ditembak di rumput-rumput dan di hutan rimba dan dibiarkan seperti bukan manusia yang tidak punya martabat seperti itu. Kalau bertanggungjawab dan siap mati, ya melarikan diri, jangan biarkan rakyat lari kocar-kacir, jangan bubar tanpa hormat, jangan begitu mudahnya dicerai-beraikan begitu hanya dengan tembakan peringatan. Pemimpin harus mampu melindungi mereka, dan menyatakan diri bertanggungjaweb dihadapan hukum penjajah, bukan ditangkap dan ditahan tetapi menyerahkan diri. Itu yang harus dilakukan penyelenggara kegiatan-kegiatan Papua Merdeka di dalam negeri selanjutnya.
PMNews: Kami kembali kepada penyelenggaraan kongres. Apa tanggapan akhir dan saran kepada bangsa Papua?
TRWP: Kami menyarankan agar semua pihak tidak dibodohi dan tdiak membodohi diri sendiri. Kita bukan orang-orang Papua zaman Jouwe, Messet dan Joku lagi, ini era baru, era generasi muda memimpin dan mengarahkan perjuangan ini. Kita jangan dikaburkan dengan gelak dan gelagat oportunis. Kita lupakan cara orang lain bikin panggung, lalu kita melompat naik dan manggung tanpa malu. Kita tinggalkan politik ala NKRI, yang tidak tahu malu dan yang tidak pernah meminta maaf. Kita harus berpedoman kepada sejarah, sejarah perjuangan bangsa Papua, sejarah tokoh perjuangan Papua Merdeka, sejarah Organiasi Perjuangan Papua Merdeka, sejarah tipu muslihat dan gelagat penjajah. Kita sudah terlalu lama dibodohi orang lain dan membodohi diri sendiri. Kapan bangsa ini mau menjadi pandai? Pandai membaca sejarah, pandai mengenal tokohnya, pandai mengelola kekuatan dan kelemahannya, pandai mengenal batas-batas kewenangan dan organisasinya, pandai memanfaatkan moment dan peluang?

http://www.papuapost.com

Dua Mayat Ditemukan di Lokasi Bentrok Kongres Papua

Dua Mayat Ditemukan di Lokasi Bentrok Kongres Papua

Metrotvnews.com, Jayapura: Seharai setelah bentrok di Kongres Papua III, Kamis (20/10) hari ini, warga menemukan dua mayat di Pegunungan Padang Bulan, sekitar 500 meter dari lokasi Kongres Papua dilaksanakan.
Dua mayat itu ditemukan sekitar pukul 09.30 WIT. Sontak, warga di sekitar Lapangan Sakeus, tempat bentrok warga dan polisi dalam Kongres Papua kemarin, heboh. Warga kemudian melaporkan temua mayat itu ke aparat keamanan terdekat.
Polisi dan TNI yang datang ke lokasi langsung mengamankan kedua mayat tersebut ke Rumah Sakit Umum Daerah Dok II Jayapura. Salah satu korban tewas dipastikan bernama Yosafat Yogi.
Sejak kemarin keluarga korban berusaha mencari Yogi. Namun, pencarian itu berujung sia-sia. Keluarga korban kaget setelah menemukan jenazah Yogi sudah terbujur kaku di atas gunung.
Korban tewas lainnya adalah seorang anggota petapa penjaga tanah Papua. Ini teridentifikasi dari baju seragam yang digunakan. Penyebab kematian kedua korban masih belum diketahui. Saat ini kedua jenazah masih disemayamkan di RSUD Dok II.
Dalam bentrok antara warga dan polisi kemarin, kurang lebih 300 orang ditangkap. Kini mereka masih dalam pemeriksaan Polda Papua. (Ricardo Hutahaean/**)

http://www.papuapost.com



Jumat, 14 Oktober 2011

Hanya Dalam Waktu Sekejap, 50 ‘Prajurit’ Sudah Mengeliling Kami

Tiga  Jam Berada di Markas TPN/OPM Wilayah Perbatasan  (1)

 Jumat, 14 Oktober 2011 23:52

Hanya Dalam Waktu Sekejap, 50 ‘Prajurit’  Sudah Mengeliling Kami

Maraknya  pemberitaan soal rencana akan digelarnya Kongres Rakyat Papua III , rupanya juga ‘tercium’ sampai ke hutan belantara  sana, tepatnya ke  Markas TPN/OPM wilayah perbatasan. Terkait dengan itu, Pemimpin TPN/OPM Wilayah Perbatasan, Lambert  Pekikir mengundang kami datang ke sana. Dengan dasar itu  saya  bersama dua rekan wartawan lainnya, berupaya  menemui  Lamber Pekikir  guna  mengetahui sikapnya   terhadap kongres tersebut  (mengenai sikapnya sudah dimuat dalam tulisan sebelumnya).  Bagaimana lika-liku perjalanan menemuai mereka. Berikut laporannya

Oleh : Bento Madubun

Lambert Pekikir, saat diwawancarai Bintang Papua, Kamis (13/10) lalu.
Lambert Pekikir, saat diwawancarai Bintang Papua, Kamis (13/10) lalu.
HARI itu Kamis, tanggal 13 Oktober 2011, pukul 03.00 WIT, saya bersama dua rekan wartawan dari TVone, dan Suara Pembaruan, berada dalam sebuah kendaraan yang sedang melaju ke suatu  tempat yang sudah dijanjikan sebagai lokasi pertemuan antara kami bertiga dan penunjuk jalan yang akan mengantar kami ke tempat yang ingin kami tuju, yaitu, Markas Besar TPN/OPM Wilayah Perbatasan, yang dikomandani oleh, Lambert Pekikir 
Ya, Lambert Pekikir, nama pria ini tidak lagi asing di kuping masyarakat Jayapura bahkan Papua, terutama para aparat keamanan disini, pria ini ditengarai bersama kekuatan militernya, Tentara Pembebasaan Nasional Papua Barat, melakukan serangkaian aksi di wilayah Jayapura dan sekitar perbatasan RI-PNG, Keerom, bahkan sampai ke wilayah Serui, walaupun Lambert Pekikir selalu membantah tuduhan tersebut. Sesuatu lantas terbersit dalam benak saya,”Seperti apa sosok pria ini,” rasa penasaran bergelayut kuat di alam pikiran saya.
“Dia baik dan ramah kok hehe,” timpal salah satu rekan wartawan,”Nantilah lihat sendiri saja,” tambahnya. Rekan saya ini, sebelumnya sudah pernah bertemu dengan Lambert,”Tapi itu sudah lama, beberapa tahun lalu, saya tidak tahu sekarang Lambert sudah seperti apa,” imbuhnya lagi.
Kami terus menyusuri perjalanan subuh itu, hari semakin terang, dan kami sudah mulai memasuki daerah yang belum pernah saya jelajahi, dua jam sudah perjalanan kami tempuh dengan kendaraan, akhirnya kami berhenti dan harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, babak baru perjalanan kami dimulai dengan menapaki rumput ilalang, bukit, dan pohon-pohon.
Empat orang pria yang tidak kami kenal berjalan di depan kami, mereka menuntun kami menyusuri belantara rimba yang rimbun, tiba-tiba di belakang kami muncul dua orang lain yang bersenjata lengkap dan mengawasi perjalanan tersebut,”Minta tolong untuk tidak bicara keras-keras,” ujar salah satu diantara empat orang yang berada di depan kami, perjalanan terus kami lanjutkan, lebih satu jam sudah kami menerobos kawasan ‘asing’ tersebut,”Sekitar satu kilo lagi,” gumam seorang penuntun jalan.
Berada ditengah hutan rimbun dengan enam orang yang tidak kami kenali dan dua diantaranya bersenjata lengkap, sedikit membuat saya kecut, namun, rasa takut itu segera hilang setelah muncul keinginan yang kuat untuk mendengarkan langsung apa yang ingin disampaikan oleh Lambert Pekikir selaku Koordinator TPN/OPM. Keinginan kami untuk menemui Lambert Pekikir tersebut adalah untuk memenuhi undangan Lambert Pekikir yang ingin menyampaikan sesuatu terkait akan dilangsungkannya Kongres Papua III pada tanggal 16 Oktober 2011 nanti.
Berselang beberapa waktu, kami sudah berada dihadapan seorang pria brewok, dengan menenteng sebuah senjata dipunggungnya. “Selamat datang teman-teman wartawan, semoga perjalanannya menyenangkan,” ujar pria tersebut, yang ternyata adalah, Lambert Pekikir. Kami pun bersalaman, terasa genggaman tangan yang sangat erat, badannya kekar berotot, sorot matanya tajam, dari mulutnya tergambar sebuah senyuman yang ramah,”Mari silahkan,” ujarnya sambil mempersilahkan kami untuk menyusuri sebuah jalan setapak di hadapannya, kami pun berjalan menyusuri jalan bersama Panglima Perang TPN/OPM wilayah Victoria, Lambert Pekikir.
“Bagaimana perjalanan tadi, cape juga ka,” tanyanya sambil tertawa lirih, seakan mengetahui kelelahan yang kami derita dalam perjalanan tadi, kami pun hanya bisa menjawab pertanyaan Lambert itu dengan tertawa,”Punya selera humor juga sang pejuang ini,” kata hati saya.
“Kami baru selesai apel, jadi teman-teman istirahat dulu sebentar baru setelah itu kami sampaikan pernyataan sikap,” minta Lambert sambil mengajak kami duduk,”Yah kita isap-isap rokok dulu e, capek skali jadi,” saya coba akrabkan diri dengan suasana pagi yang cerah di belantara rimba dengan seorang Panglima pejuang Papua Merdeka yang terkenal itu. ”Kita sering bicara di telepon, saya dari Bintang Papua, akhirnya hari ini saya bisa ketemu dengan om Lambert,” kata saya, Lambert membalas dengan senyum lebar dan anggukkan kepala,” ya ya”.
Berselang beberapa waktu, Sang Panglima Perang tiba-tiba mengeluarkan suara yang sepertinya menjadi kode-kode tertentu, dan seketika, dari balik pepohonan, batu dan rumpul ilalang, bermunculan puluhan pria-pria bersenjata, sontak, kami terkejut, karena sama sekali tidak mengetahui bahwa diantara tempat duduk kami itu ternyata ada puluhan prajurit bersenjata, sungguh sebuah penyamaran yang sangat sukses membuat kami kaget setengah mati, dua rekan saya pun menggeleng-gelengkan kepala pertanda kaget dan mengakui penyamaran yang dilakukan,”Mereka ini yang piket,” ujar Lambert.
Berkisar 50 orang prajurit itu berbaris menghadap Lambert Pekikir yang berdiri tegap dengan dua pengawal yang setia menjaga sang Panglima, diujung kanan barisan prajurit, seorang pria berdiri tegap, dialah sang komandan upacara, disamping kanan Lambert, berbaris sejajar  tiga orang prajurit, dua prajurit di kiri dan kanan memegang senjata, sementara yang di tengah memegang bendera Bintang Kejora berukuran 2 X 3 meter, Bendera tersebut diikatkan pada sebuah bambu yang panjangnya sekitar 4 meter, seorang pria lainnya berdiri disamping kiri barisan prajurit, pria ini adalah pemandu upacara, dan kami bertiga berada di samping area upacara.
“Upacara dalam rangka pernyataan sikap Organisasi Papua Merdeka dengan kekuatan militernya, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, dibawah pimpinan Panglima Revolusi Papua Merdeka, segera dimulai, pembacaan doa !” teriak pemandu upacara, Lambert Pekikir selaku Pemimpin upacara, lantang membacakan doa bagi keberlangsungan kegiatan yang akan ikuti. Setelah itu, rangkaian upacara terus berlangsung, saya pun bergumam didalam hati,”Sungguh sebuah seremoni upacara yang rapih ditengah-tengah belantara hutan rimba”.
“Sebagai pejuang Papua Merdeka yang telah berjuang selama pulihan tahun, Kami Organisasi Papua Merdeka, dengan kekuatan militernya, Tentara Pembebasan Nansional Papua Barat, menyatakan bahwa, Satu, Dengan tegas menolak segala bentuk tawaran dari Pemerintah Negara Indonesia dalam upaya penyelesaian konflik politik di tanah Papua Barat. Kedua, Dengan tegas menolak dan tidak mengakui Kongres Papua III yang akan dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2011,” Ujar Lambert Pekikir dalam membacakan pernyataan sikap TPN/OPM.
Beberapa hal kemudian disampaikan oleh Lambert Pekikir, diantaranya terkait aksi-aksi penembakan dan penyerangan di daerah Nafri dan Abe Pantai, bagaimana penuturan Lambert terkait hal tersebut ?, Ikuti selengkapnya pada edisi berikutnya. (bersambung/ don/l03)

Photos News: Launching International Lawyer for West Papua UK Chapter in London 12 October 2011
















The UK launch of International Lawyers for West Papua took place earlier this week.

International Lawyers for West Papua (ILWP) is an international network of
lawyers that has been created to raise awareness about West Papua and to
present the legal case that West Papua has the right to self-determination
under international law (see www.ilwp.org).

The launch brought together Papuan independence leaders, lawyers,
parliamentarians and NGOs, with a view to engaging the London legal
community in ILWP activities. We will discuss the current situation in West
Papua and how lawyers here in the UK can get involved in ILWP’s work,
including both asserting the international legal principles relevant to West
Papuan self-determination and in human rights cases designed to improve the
current situation on the ground in Papua.

Speakers at the event included:

• Host: Jennifer Robinson, ILWP and human rights lawyer
• Benny Wenda, West Papuan independence leader in exile
• Geoffrey Robertson QC, United Nations Distinguished Jurist, former appeal
judge on the UN Sierra Leone Tribunal and human rights barrister
• Mark Stephens, prominent human rights lawyer
• John Saltford, historian and expert on the 1969 Act of Free Choice and UN
involvement in West Papua
• Members of parliament supporting International Parliamentarians for West
Papua (IPWP) – see www.ipwp.org

Posing Pertama

Dengan Pernyataan, “Hak Asasi orang Papua Harus Dihormati”: Apakah Artinya SekJend PBB Mendukung Papua Merdeka?

oleh Ppw Trwp pada 14 Oktober 2011
Dengan Pernyataan, “Hak Asasi orang Papua Harus Dihormati”: Apakah Artinya SekJend PBB Mendukung Papua Merdeka?

Catatan Editoria PMNews: Chief EditorCatatan Editoria PMNews: Chief Editor
on September 16, 2011

Media Massa di Pasifik Belakangan ini merilis berita-berita dalam berbagai bahasa dengan topik, "Sekretaris-Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Mendukung Papua Merdeka". Baik NKRI maupun bangsa Papua berkepentingan memanfaatkan ucapan Seorang Pejabat Pucuk organisasi negara-negara di dunia ini dari masing-masing sudut pandang dan kepentingannya. Intisarinya ialah bahwa, "Kebeneran Pasti Menang!" entah kebenaran itu berpihak kepada NKRI atau bangsa Papua, yang jelas pasti ia menang, karena ia tidak pernah dan tidak akan pernah terkalahkan kapanpun, di manapun, bagaimanapun dan oleh siapapun juga.
Walaupun demikian, catatan ini dibuat PMNews untuk menempatkan ucapakn Ban Ki-Mon pada tempatnya yang tepat, agar pembelokannya tidak terlalu jauh, untuk membakar semangat yang tidak-tidak, dan agar perjuangan ini tetap berada dalam koridor Hukum Revolusi dengan mengikuti hukum-hukum internasional yang berlaku dalam pentas politik dunia.
Ban Ki-Mon menyatakan, seperti diterjemahkan PMNews sebelumnya,
Pertama, "Isu ini harus dibahas di Komite Dekolonisasi dari Sidang Umum PBB."
dan
Kedua, "bahwa hal itu harus dibahas di Dewan Hak Asasi Manusia di antara negara-negara anggota. Biasanya Sekretaris-Jenderal bertindak atas dasar mandat yang diberikan, oleh badan-badan antar pemerintah"
Pertama memang benar, beliau dengan jelas-jelas menyatakan persoalan ini harus dibahasa di Sidang Umum Komite Dekolonisasi atau nama tenarnya ialah Komite 24, yang tugas utamanya ialah mengevaluasi, memonitor dan memberikan rekomoendasi-rekomendasi kepada Sidang Umum PBB untuk mempertimbangkan status, kondisi dan kemajuan pemberian kemerdekaan kepada wilayah dan bangsa yang ada dalam proses memperoleh kemerdekaaanya.
Dari sisi ini kita perlu sadar bahwa dulunya West Papua memang terdaftar dalam Komite-24 ini, tetapi dalam sejarahnya telah dihapuskan dari Daftar Dekolonisasi. Artinya bahwa untuk sebuah wilayah dibahas di Komite ini sebagaimana dimaksud SekJend PBB, maka West Papua harus didaftarkan dulu. Proses pendaftaran itu melalui prosedur dan argumen hukum dan politik yang disyaratkan oleh PBB dan negara-negara anggotanya, termasuk Indonesia. Jadi, dari status tidak terdaftar menjadi terdaftar tidak akan memakan waktu singkat.
Kemudian, kalau sebuah wilayah itu sudah terdaftar, maka isu-isu mereka memang dibahas secara resmi. Silahkan rujuk ke daftar nama wilayah/ bangsa yang terdaftar dalam Komite-24 [di sini]. Tidak berarti sebuah wilayah yang sudah dihapus dari daftar dapat didaftarkan kembali.
Perlu dicatat bahwa kita harus tahu siapa dan bagaimana prosedur serta alasan sebuah wilayah didaftarkan ke Komite-24 ini. Dalam kasus West Papua tentu saja perlu dilacak dulu mengapa dan atas usulan siapa daftar nama "West New Guinea" dihapus dari Komite-24 tahun 1960-an.
Jawaban kedua melalui jalur Komisi HAM PBB, di mana Indonesia merupakan pemain inti di sana. Komisi HAM PBB baru-baru ini mendapatkan status yang sama dengan Komisi Ekonomi-Sosial dan Politik (ECOSOC), yang artinya Komisi HAM dapat langsung mengajukan isu-isu ke Sidang Umum PBB. Dengan kata lain, posisi Komite-24 dan Komisi HAM sama-sama setingkat di bawah Sidang Umum PBB dan Sekretaris-Jenderal PBB. Dengan kata lain, Keputusan kedua Komite ini dapat langsung disidangkan di Sidang Umum PBB dan langsung ditindak-lanjuti oleh PBB, dalam hal ini diwakili SekJend. PBB.
Di sana juga beliau menyebutkan prosedur dan prosesnya, yang hampir sama dengan prosedur dan proses dalam Komite-24 tadi. Disebutkan isu-isu dibahas di Komisi HAM PBB. Hasil pembahasan Komisi HAM itu dihadiri oleh semua negara anggota, tentu saja dipimpin oleh negara-negara yang menjabat di dalam Komisi dimaksud.
Jawaban diplomatis yang penting untuk dicatat ialah, "Biasanya Sekretaris-Jenderal bertindak atas dasar mandat yang diberikan, oleh badan-badan antar pemerintah." Apa artinya? Dalam kasus West Papua, di sini artinya atas saran dari negara-negara anggota-lah beliau bisa bertindak. Dan negara-negara anggota itu termasuk Indonesia. Pertanyaannya tentu saja "Bagaimana kalau Indonesia menolak?" Lalu, "Bagaimana kalau Indonesia melobi negara-negara anggota Komisi HAM dan menyatakan West Papua sedang ditangani Indonesia dalam Otsus?"
***
Itu sekedar gambaran yang real dan rasional tentang proses yang akan terjadi.
Sekarang kita lanjut ke gelagat berbagai pihak di West Papua, terutama Jaringan Damai Papua dan Kongres Rakyat Papua III, 2011, dan dikaitkan dengan jalan-jalan yang terbuka di atas? Apa cela yang dapat diciptakan oleh Jaringan Damai Papua? Apa peluang yang dapat dimanfaatkan sebagai hasil dari KRP III, 2011?

Kita bertanya dengan cara lain saja,
1. Kalau Jaringan Damai Papua minta damai dengan NKRI, lalu Papua - Indonesia menjadi damai, hidup aman dan tentaram, maka hasil dari itu apa yang bisa dipetik oleh bangsa Papua terkait dengan tanggapan SekJend PBB tadi?
2. Kalau bangsa Papua menyelenggarakan KRP III, 2011 saat ini, dan hasilnya menuntut Papua Merdeka, menuntut PBB, Amerika Serikat, Belanda dan PBB mengembalikan hak-hak dasar bangsa Papua yang telah dirampas, maka di mana pintu yang bisa kita manfaatkan dari hasil kongres ini?
Kita perlu ingat, Ban Ki-Mon menunjukan dua jalan, (1) lewat Komite-24, dan (2) lewat Komisi HAM PBB.

Untuk itu kita perlu jawab dua pertanyaan berikut:
1. Apakah kedua langkah bangsa Papua ini mendekatkan, membantu, mendorong, memperlancar proses dengan jalan yang diberikan Sekjend PBB ini?
2. Dengan lebih tegas, "Apakah dengan menyelenggarakan Kongres Rakyat Papua membantu pendaftaran West Papua ke Komite-24 PBB dan menyebabkan Komisi HAM PBB memasukkan agenda West Papua dalam sidangnya?" ata "Apakah dengan berdialogue dan berdamai dengan Indonesia sesuai arahan Pastor Neles Tebay sebagai anggota BIN itu maka dengan demikian Indonesia secara damai mendaftarkan West Papua ke Komite-24 dan mengangkat isu HAM di West Papua dalam sidang Komisi HAM?"
Orang Papua memang dasar tidak tahu berpolitik rasional dan realistis, mudah dipengaruhi, mudah dikelabui. Asal dengan embel-embel Alkitab/ Al'quran, dengan embel-embel sekolah tinggi dan tinggal di luar negeri, dengan embel-embel Bapak/Ibu Tanah, dengan embel-embel persatuan-kesatuan, dengan embel dan embel, selalu saja diputar-balik, diputar-balik, diputar-balik, generasi ganti generasi, tidak pernah belajar, tidak pernah naik kelas, terus-menerus begitu saja.
Adakah di ujung Pulau New Guinea sana, pemuda, orang tua, anak, ayah-ibu, nenek-kakek yang melek hatinurani, yang tergerak dan bergerak untuk berpolitik secara akal-sehat, berpolitik menurut adat dan nilai-nilai hukum internasional serta politik global yang realistis, ataukah kita biarkan saja terus-menerus digoreng dengan retorika sesat untuk kepentingan sesaat A sampai Z?
http://papuapost.com

AE wa Materi mbegen enogo paga cobah eki mende hasil Ninewe wa wa